Beranda | Artikel
Berobat Dengan Kay dan Masuk Surga Tanpa Hisab
Sabtu, 12 Agustus 2017

Salah satu keutamaan besar bagi mereka yang memurnikan tauhid dan menjaga tauhid dari pembatal dan pengurang tauhid adalah bisa masuk surga tanpa azab dan tanpa hisab. Siapakah seorang muslim yang tidak ingin masuk surga tanpa hisab dan tanpa azab? Ibarat masuk suatu sekolah tanpa tes atau diterima kerja di perusahaan ternama tanpa tes sama sekali. Tentu masuk surga tanpa azab dan tanpa hisab jauh lebih baik dari permisalan tersebut.

Salah satu sifat mukmin yang masuk surga tanpa hisab dan tanpa azab adalah tidak melakukan pengobatan dengan kay, yaitu metode pengobatan dengan menempelkan besi panas.

Pengertian kay yaitu

الكَيُّ: معروف إِحراقُ الجلد بحديدة ونحوها

Kay adalah adalah menempelkan besi panas (pada daerah yang terluka) atau sejenisnya.[1]

Perhatikan hadits berikut terkait hubungan antara kay dengan masuk surga tanpa hisab dan tanpa azab, Nabi shallallahu ’alaihi wasallam bersabda,

ﺃﻧﻪ ﻳﺪﺧﻞ ﺍﻟﺠﻨﺔ ﻣﻦ ﺃﻣتي ﺳﺒﻌﻮﻥ ﺃﻟﻔﺎ ﺑﻐﻴﺮ ﺣﺴﺎﺏ ﻭﻻ ﻋﺬﺍﺏ ﻓﺴﺄﻟﻪ ﺍﻟﺼﺤﺎﺑﺔ ﻋﻨﻬﻢ ﻓﻘﺎﻝ

ﻫﻢ ﺍﻟﺬﻳﻦ ﻻ ﻳﺴﺘﺮﻗﻮﻥ ﻭﻻ

ﻳﻜﺘﻮﻭﻥ ﻭﻻ ﻳﺘﻄﻴﺮﻭﻥ ﻭﻋﻠﻰ ﺭﺑﻬﻢ ﻳﺘﻮﻛﻠﻮﻥ

“Sesungguhnya akan masuk surga 70.000 orang dari umatku tanpa hisab dan tanpa azab. Para sahabat bertanya mengenai siapa mereka. Nabi lalu menjawab: mereka adalah orang yang tidak meminta ruqyah, tidak berobat dengan kay dan tidak berthathayyur (beranggapan sial) dan mereka hanya bertawakal kepada Rabb mereka.”[2]

Sebagian dari kita mungkin bertanya-tanya, apa kaitannya berobat dengan kay yaitu menempelkan besi panas pada bagian yang sakit dengan masuk surga tanpa hisab? Mengapa disebutkan orang yang melakukan pengobatan dengan kay bisa menyebabkan dirinya tidak termasuk ke dalam orang yang masuk surga tanpa hisab dan azab?

Penjelasan ulama terkait hal ini, bahwa yang dimaksud berobat dengan kay di sini adalah orang sehat yang tidak sedang sakit kemudian melakukan kay yaitu menempelkan besi panas dengan anggapan dan keyakinan yang tidak benar yaitu mereka beranggapan bahwa kay dapat menjadi sebab tidak sakit atau bisa menjaga mereka dari penyakit. Tentu ini adalah keyakinan yang bertentangan dengan tawakal, karena tidak ada hubungannya antara kay dengan tidak sakit. Kay tidak bisa mencegah penyakit. Seharusnya ia memohon dan yakin kepada Allah yang menjaga ia dari penyakit. Hal ini dapat mengurangi tawakal dan tauhid seseorang yang bisa berimbas pada tercegahnya dia dari predikat sebagai golongan yang masuk surga tanpa hisab dan tanpa azab.

Ibnu Qutaibah menjelaskan,

ﺍﻟﻜﻲ ﻧﻮﻋﺎﻥ : ﻛﻲ ﺍﻟﺼﺤﻴﺢ ﻟﺌﻼ ﻳﻌﺘﻞ ﻓﻬﺬﺍ ﺍﻟﺬﻱ ﻗﻴﻞ ﻓﻴﻪ ” ﻟﻢ ﻳﺘﻮﻛﻞ ﻣﻦ ﺍﻛﺘﻮﻯ ” ﻷﻧﻪ ﻳﺮﻳﺪ ﺃﻥ ﻳﺪﻓﻊ ﺍﻟﻘﺪﺭ ﻋﻦ ﻧﻔﺴﻪ ﻭﺍﻟﻘﺪﺭ ﻻ ﻳُﺪﻓﻊ . ﻭﺍﻟﺜﺎﻧﻲ ﻛﻲ ﺍﻟﺠﺮﺡ ﺇﺫﺍ ﻧﻐﻞ ﺃﻱ ﻓﺴﺪ ﻭﺍﻟﻌﻀﻮ ﺇﺫﺍ ﻗﻄﻊ، ﻓﻔﻲ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﺸﻔﺎﺀ ﻭﻫﻮ ﺍﻟﺬﻱ ﻳﺸﺮﻉ ﺍﻟﺘﺪﺍﻭﻱ ﺑﻪ . ﻭﺃﻣﺎ ﺇﺫﺍ ﻛﺎﻥ ﺍﻟﻜﻲ ﻷﻣﺮ ﻣﺤﺘﻤﻞ ﻳﺠﻮﺯ ﺃﻥ ﻳﻨﺠﺢ ﻭﻳﺠﻮﺯ ﺃﻥ ﻻ ﻳﻨﺠﺢ ﻓﺈﻧﻪ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻜﺮﺍﻫﺔ ﺃﻗﺮﺏ

Kay ada dua jenis:

Pertama: kay pada orang sehat supaya tidak terkena sakit. Inilah yang yang dimaksud dengan tidak bertawakal bagi orang yang melakukan kay, karena ia bertujuan (beranggapan) untuk menolak takdir dari dirinya padahal takdir tidak bisa ditolak.

Kedua: kay pada orang yang sakit/luka jika ada anggota tubuh yang rusak atau terpotong.

Ini adalah pengobatan (dengan cara kay) yang diperbolehkan secara syariat, akan tetapi jika berobat dengan kay masih ada kemungkinan bisa sembuh dan tidak bisa sembuh, maka hukum kay lebih dekat ke arah makruh.[3]

Beberapa ulama membolehkan kay dengan syarat kay menjadi pilihan pengobatan terakhir, dengan alasan bahwa menggunakan  kay dapat menyebabkan rasa sakit, sehingga jika ada pengobatan lainnya, lebih baik pengobatan kay ditinggalkan dan beralih kepada pengobatan yang lebih baik dan tidak menimbulkan rasa sakit.

An-Nawawi menjelaskan hal ini, beliau berkata,

وقوله صلى الله عليه و سلم ما أحب أن أكتوى إشارة إلى تأخير العلاج بالكى حتى يضطر إليه لما فيه من استعمال الألم الشديد فى دفع ألم قد يكون أضعف من ألم الكى

“Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “saya tidak menyukai kay”. Isyarat agar berobat dengan kay dijadikan pilihan terakhir hingga dalam keadaan terpaksa, karena menggunakan kay akan menimbulkan rasa sakit yang sangat. Terkadang sakit (karena penyakit) lebih ringan daripada sakit yang ditimbulkan oleh kay.”[4]

Syaikh Abdul Aziz Bin Baz juga menjelaskan,

نعم، يجوز التداوي بالكي… لكن إذا دعت الحاجة إلى الكي فلا بأس، وقد كوى جماعة من الصحابة، فإذا احتيج إلى الكي فلا حرج في ذلك، ولكن ترك الكي أولى إذا تيسر دواءٌ آخر وعلاج آخر؛ لأنه نوع من التعذيب فتركه أولى إلا عند الحاجة

“Ya, boleh berobat dengan kay… asalkan ada kebutuhan untuk menggunakan kay maka tidak mengapa. Sejumlah sahabat pernah melakukan kay. Jika kay dibutuhkan maka tidak mengapa, akan tetapi meninggalkan kay adalah lebih baik yaitu apabila obat dan pengobatan lain lebih mudah, karena kay menimbulkan sejenis penyiksaan (karena panas), maka meninggalkannya lebih utama kecuali jika ada hajat (kebutuhan).”[5]

Demikian semoga bermanfaat

@Antara langit dan bumi Allah, Pesawat Wings Air Surabaya-Yogyakarta

Penulis: dr. Raehanul Bahraen
Artikel Muslim.or.id

Catatan kaki:

[1]  At-Thibbus Sya’biy, sumber:http://www.4muhammed.org/kai.html
[2] HR. Al-Bukhari 5705, Muslim 219
[3] lihat Ta’wil Mukhtalafal al Hadits, 329
[4] Syarh Shahih Muslim 14/139, Dar Ihya’ At-Turats, Beirut, cet. II, 1392 H, syamilah
[5] Sumber: http://www.binbaz.org.sa/mat/9464

🔍 Karomah Wali, Keutamaan Shalat Rawatib, Malaikat Meniup Sangkakala, Al Wildan, Doa Waktu Sahur


Artikel asli: https://muslim.or.id/31479-berobat-dengan-kay-dan-masuk-surga-tanpa-hisab.html